Ta’rifat

Hadis Sahih

memahami hadis sahih

Khabar (hadis) yang diterima (khabar maqbûl) adalah khabar yang penuturnya lebih di-râjih-kan kejujurannya. Khabar maqbûl adalah wajib dijadikan hujjah dan diamalkan (Dr. Mahmud Thahan, Taysir Mushthalah al-Hadîts, hlm. 32). Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Ashqalani dalam Nukhbah al-Fikar fi Musthalahi Ahli al-Atsar menyatakan, dilihat dari sisi berbagai variasi tingkatannya, khabar maqbûl terbagi menjadi dua bagian penting, yaitu shahîh dan hasan. Masing-masing terbagi menjadi dua yaitu: “li dzâtihi” …

Read More »

Hadis Hasan

hadis hasan

Al-Hasan secara bahasa merupakan sifat musyabbahah yang berasal dari al-husni. Maknanya, al-jamâl (bagus). Istilah hasan lantas digunakan oleh para ulama dan ahli hadis dengan pengertian khusus sehingga menjadi istilah khusus atau haqîqah ‘urfiyah. Hadis hasan disebut hasan karena husnuzhan (berbaik sangka) kepada para perawinya. Istilah hadis hasan bukan baru muncul pada masa Imam at-Tirmidzi. Istilah ini sudah dipakai pada masa sebelumnya. Imam at-Tirmidzilah yang memasyhurkannya. Imam …

Read More »

Hadis yang Ditolak

hadis yang ditolak

Secara garis besar, hadis ada dua klasifikasi. Pertama: Al-Hadîts al-maqbûl, yakni hadis yang diterima, yang dijadikan dalil dan digunakan ber-hujjah. Kedua: Al-Hadîts al-mardûd, yakni hadis yang ditolak, tidak bisa dijadikan dalil dan tidak bisa digunakan untuk ber-hujjah. Hadis yang diterima, yang bisa dijadikan dalil dan boleh digunakan untuk ber-hujjah adalah hadis shahih dan hasan. Jika …

Read More »

Berdalil dengan As-Sunnah

berdalil dengan as sunnah

As-Sunnah adalah ucapan, perbuatan atau pengakuan Rasul saw. As-Sunnah itu wajib diikuti seperti halnya al-Quran. Hanya saja, harus terbukti bahwa Rasul saw. memang mengucapkan, melakukan atau mengakui sesuatu yang layak dikategorikan sebagai as-Sunnah. Jika sudah terbukti maka absah ber-istidlâl dengan as-Sunnah atas hukum syariah maupun akidah. Dengan itu pula as-Sunnah itu …

Read More »

Khabar Ahad dalam Perkara Akidah

khabar ahad dalam perkara akidah

Keimanan kepada Rasul saw. mewajibkan seorang Muslim untuk menaati dan mengikuti beliau, juga untuk ber-istidlâl dengan as-Sunnah atas Islam baik akidah maupun hukum. Hanya saja, ber-istidlâl dengan as-Sunnah berbeda-beda kondisinya terkait dengan masalah yang menjadi obyek istidlâl itu. Jika obyek istidlâl itu cukup dengan ghalabatu azh-zhann (dugaan kuat), maka cukup dengan apa yang berdasarkan ghalabatu azh-zhann bahwa itu disabdakan oleh …

Read More »

Kajian Seputar Bahasa

kajian bahasa

Imam al-Amidi menyatakan, menurut ushul para fukaha dalil (ad-dalîl) adalah al-ladzî yumkinu an yatawashalu bi shahîhi an-nazhari fîhi ilâ mathlûb[in] khabariyy[in] (apa yang—dengan  penelaahan yang benar—mungkin  mengantarkan pada informasi yang diinginkan) (Imam al-Amidi, Al-Ihkâm fî Ushûl al-Ahkâm, I/27, Darul Kitab al-‘Arabi. 1404). Dalam pembahasan dalil syariah, al-mathlûb (yang diinginkan) dalam hal ini adalah hukum syariah. Artinya, …

Read More »

Ijmak

memahami ijmak

Al-Ijmâ’ (ijmak) berasal dari kata ajma’a–yujmi’u–ijmâ’[an]. Secara bahasa memiliki dua makna. Pertama, bermakna azam (tekad) dan ketetapan hati atas sesuatu. Makna itu misalnya dinyatakan di dalam firman Allah SWT: فَأَجۡمِعُوٓاْ أَمۡرَكُمۡ ٧١ Karena itu bulatkanlah keputusan kalian (QS Yunus [10]: 71). Juga dalam sabda Rasul saw.: مَنْ لَمَْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ …

Read More »

Ijmak Sahabat

ijmak sahabat

Al-Ijmâ’ (ijmak) berasal dari kata ajma’a – yujmi’u – ijmâ’[an]. Secara bahasa kata tersebut memiliki dua makna. Pertama, bermakna ‘azam (tekad) dan ketetapan hati atas sesuatu. Kedua, bermakna al-ittifâq (kesepakatan). Dalam pembahasan ushul fikih, menurut istilah pada ulama ushul, al-ijmâ’ (ijmak) adalah kesepakatan atas hukum kejadian yang terjadi bahwa itu merupakan hukum syariah. Dengan ungkapan lain, ijmak merupakan kesepakatan …

Read More »

Qiyas

penjelasan qiyas

Al-Qiyâs adalah bentuk mashdar dari qâsa–yaqîsu–qiyâs[an] wa qays[an]. Secara bahasa al-qiyâs maknanya at-taqdîr (pengukuran), yakni mengetahui kadar (ukuran) sesuatu. Dikatakan: Qistu ats-tsawba bi adz-dzirâ’ (Aku mengukur kain dengan ukuran hasta) wa qistu al-ardha bi al-qashbah (aku mengukur tanah dengan ukuran qashbah), yakni aku mengetahui kadar (ukuran)-nya. At-Taqdîr (pengukuran) adalah nisbah (hubungan) antara dua hal yang mengharuskan adanya persamaan di antara keduanya. Jadi persamaan itu menjadi keharusan dalam at-taqdîr (Lihat: …

Read More »