Tanya :
Ustadz, apa hukumnya seorang murid berlaku curang (nyontek, dll) dalam ujian? Juga apa hukumnya guru membantu murid agar nilai ujiannya bagus atas perintah kepala sekolah? (Hamba Allah, bumi Allah)
Jawab :
Haram hukumnya seorang murid berbuat curang dalam ujian bagaimana pun bentuk dan caranya, misalnya bekerjasama dengan teman, mengintip catatan, menerima jawaban lewat SMS, termasuk mendapat bantuan guru. Semuanya termasuk tindakan curang (al-ghisy) yang diharamkan.
Dalil keharamannya adalah hadits shahih sebagai berikut :
عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم مر على صبرة طعام، فأدخل يده فيها فنالت أصابعه بللا فقال ما هذا يا صاحب الطعام؟ قال : أصابته السماء يا رسول الله قال أفلا جعلته فوق الطعام كي يراه الناس؟ من غش فليس مني
Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW suatu saat melewati seonggok makanan yang dijual di pasar. Lalu Rasulullah SAW memasukkan tangannya ke dalam onggokan makanan itu hingga jari beliau menyentuh makanan yang basah. Rasulullah SAW bertanya,”Apa ini wahai penjual makanan?” Penjual makanan menjawab,”Itu kena hujan wahai Rasulullah SAW.” Rasulullah SAW berkata,”Mengapa tak kamu letakkan yang basah itu di atas supaya dapat dilihat orang-orang? Barangsiapa berbuat curang maka ia bukan golongan kami.” (HR Muslim, no 164).
Hadits tersebut dengan jelas menunjukkan keharaman tindakan curang penjual makanan, karena terdapat qarinah (indikasi) larangan yang tegas (al-nahy al-jazim), yaitu celaan “bukan golongan kami” (fa-laisa minni) bagi setiap orang yang berbuat curang. (‘Atha` bin Khalil, Taysir Al Wushul Ila Al Ushul, hlm. 24).
Namun hadits ini tak hanya berlaku khusus untuk peristiwa tersebut, tapi berlaku umum untuk setiap tindakan kecurangan dalam segala bentuknya. Sebab redaksi hadits menggunakan kata yang berarti umum, yaitu “man” (barangsiapa), sesuai bunyi hadits “Barangsiapa berbuat curang maka ia bukan golongan kami” (Arab : man ghasysya fa-laisa minnii). Kaidah ushul fiqih menyebutkan :
العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب
Al ‘ibrah bi ‘umum al lafzhi laa bi khushush as sabab (makna diambil berdasarkan keumuman lafazh, bukan berdasarkan kekhususan sebab / latar belakang). (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakhshiyah Al-Islamiyah, III/241).
Pengertian tindakan curang (al-ghisy) adalah menampakkan sesuatu yang tak sesuai dengan faktanya (إظهار غير الحقيقة) (izh-haru ghair al-haqiqah), atau menampakkan sesuatu secara berbeda dengan apa yang disembunyikan (أظهر له غير ما يضمر) (azh-hara lahu ghaira maa yudhmaru). (Rawwas Qal’ahjie, Mu’jam Lughah Al-Fuqaha`, hlm. 252; Ibrahim Anis dkk, Al-Mu’jam Al-Wasith, hlm. 653).
Dengan demikian, keumuman hadits di atas mencakup pula keharaman melakukan kecurangan dalam ujian, baik yang dilakukan murid maupun guru. Sebab dengan perbuatan curang yang mereka lakukan akan nampak seolah-olah murid mendapat nilai bagus (berhasil), padahal kenyataannya mendapat nilai buruk atau gagal ujian.
Guru tak boleh mentaati perintah kepala sekolah untuk melakukan kecurangan dengan membantu murid mengerjakan soal ujian. Sebab perintah kepala sekolah itu adalah perintah maksiat yang tak boleh ditaati. Sabda Rasulullah SAW :
لا طاعة في المعصية، إنما الطاعة في المعروف
”Tidak ada ketaataan dalam berbuat maksiat, ketaatan hanyalah dalam hal-hal yang baik menurut syariah (ma’ruuf).” (HR Bukhari no 6830; Muslim no 1840; Tirmidzi no 1759).
Lebih dari itu, guru dan kepala sekolah tak hanya menanggung dosanya sendiri karena membantu dan membolehkan kecurangan, tapi juga akan menanggung dosa seluruh murid yang telah berbuat curang atas bantuan guru dan kepala sekolah. Nauzhubillah min dzalik. Sabda Rasulullah SAW :
من سن في الإسلام سنة حسنة، فعمل بها بعده، كتب له مثل أجر من عمل بها. ولا ينقص من أجورهم شيء ومن سن في الإسلام سنة سيئة، فعمل بها بعده، كتب عليه مثل وزر من عمل بها، ولا ينقص من أوزارهم شيء
”Barangsiapa mengadakan di dalam Islam perbuatan yang baik, lalu diamalkan setelahnya, maka dituliskan baginya semisal pahala dari orang-orang yang melakukan perbuatan baik itu. dan tidak berkurang pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa mengadakan di dalam Islam perbuatan yang buruk, lalu diamalkan setelahnya, maka dituliskan baginya semisal dosa dari orang-orang yang melakukan perbuatan butuk itu, dan tidak berkurang dosa-dosa mereka sedikitpun.” (HR Muslim no 1017).
Kaidah fikih menyebutkan :
من أعان على معصية فهو شريك في الإثم
“Man a’ana ‘ala ma’shiyyatin fahuwa syariik fi al-itsmi.” (Barangsiapa membantu suatu kemaksiatan, maka dia telah bersekutu dalam dosa akibat kemaksiatan itu). (Syarah Ibnu Bathal, XVII/207). Wallahu a’lam. []
Dijawab Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi