Soal:
Assalamu ’alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Semoga Allah senantiasa menjaga Anda di mana saja Anda berada.
Saya ingin bertanya tentang ayat yang mulia ini. Allah SWT berfirman:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِي فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ﴾
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran” (TQS al-Baqarah [2]: 186).
Benarkah bahwa Allah menjawab semua doa orang? Adakah doa yang tidak dijawab oleh Allah?
Sebagian orang bertanya, kita telah berdoa untuk Israel agar dihancurkan oleh Allah, tetapi kenapa mereka masih kuat dan terus menyerang Gaza?
Terima kasih atas jawaban Anda. Semoga Allah membalas Anda dengan yang lebih baik. Wassalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
[Agus Trisa]Jawab:
Wa ‘alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Ada perkara-perkara yang wajib diketahui tentang doa:
1- Sesungguhnya seorang Mukmin jika dia berdoa kepada Allah dengan kalbu yang jujur dengan doa yang di dalamnya tidak ada pemutusan hubungan kekerabatan maka Allah SWT menjawabnya dengan satu dari tiga hal, sebagaimana yang ada di Kitabullah SWT dan Sunnah Rasul-Nya saw:
Sesungguhnya Allah SWT menjawab doa orang yang berdoa jika dia memohon kepada-Nya dan menjawab doa orang yang sedang dalam kesulitan jika dia berdoa kepada-Nya.
﴿وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ﴾ [غافر: 60]
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu” (TQS Ghafir [40]: 60).
﴿وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ﴾ [البقرة: 186]
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku” (TQS al-Baqarah [2]: 186).
﴿أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ﴾ [النمل: 62]
“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan” (TQS an-Naml [27]: 62).
Hanya saja, jawaban (al-ijâbah) untuk doa itu memiliki hakikat syar’iyah yang dijelaskan oleh Rasulullah saw:
«مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو اللهَ عَزَّ وَجَلَّ بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلَا قَطِيعَةُ رَحِمٍ، إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلَاثِ خِصَالٍ: إِمَّا أَنْ يُعَجِّلَ لَهُ دَعْوَتَهُ، وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ، وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا. قَالُوا: إِذًا نُكْثِرُ. قَالَ: اللهُ أَكْثَرُ». أخرجه أحمد 3/18
“Tidak ada seorang Muslim yang memohon kepada Allah azza wa jalla dengan doa yang di dalamnya tidak ada dosa dan tidak ada pemutusan hubungan kekerabatan kecuali Allah memberinya dengan doa itu satu dari tiga hal: disegerakan untuknya doanya, atau Allah menyimpannya untuknya di akhirat, atau Allah memalingkan darinya keburukan semisalnya”. Mereka berkata: “kalau begitu kita perbanyak”. Beliau bersabda: “Allah lebih perbanyak lagi” (HR Ahmad, 3/18).
Demikian juga:
«لَا يَزَالُ يُسْتَجَابُ لِلْعَبْدِ مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ مَا لَمْ يَسْتَعْجِلْ. قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا الِاسْتِعْجَالُ؟ قَالَ: يَقُولُ قَدْ دَعَوْتُ وَقَدْ دَعَوْتُ فَلَمْ أَرَ يَسْتَجِيبُ لِي فَيَسْتَحْسِرُ عِنْدَ ذَلِكَ وَيَدَعُ الدُّعَاءَ» أخرجه مسلم 4918
“Doa seorang hamba senantiasa dijawab selama dia tidak memohon dengan dosa atau pemutusan hubungan kekerabatan selama dia tidak terburu-buru”. Dikatakan: “Wahai Rasulullah, apakah terburu-buru itu?” Beliau bersabda: “Dia berkata, “Aku telah berdoa, dan aku telah berdoa, tetapi aku tidak melihat Dia mengabulkan doaku”. Kemudian dia menjadi sedih karenanya dan meninggalkan doa” (HR Muslim no. 4918).
Jadi kita memohon kepada Allah SWT dan jika kita jujur, mukhlis dan taat, ketika itu kita yakin akan diijabah dengan makna yang telah dijelaskan oleh Rasulullah saw itu.
2- Doa itu, dalam semua keadaan bukan metode syar’iy untuk merealisasi tujuan … Doa itu mandub, tetapi bukan metode untuk meraih kemenangan di peperangan atau menegakkan negara … dll. Rasul saw menyiapkan pasukan di Badar, mengatur tentara masing-masing ditempatnya dan menyiapkan persiapan untuk mereka dengan persiapan yang baik untuk perang kemudian Rasulullah saw masuk ke kemah berdoa kepada Allah dan memperbanyak doa itu hingga Abu Bakar berkata kepada Beliau saw: “sebagian ini telah mencukupimu ya Rasulullah” (Sîrah Ibnu Hisyâm, 2/626). Jadi doa tidak berarti meninggalkan untuk mengambil sebab-sebab, tetapi doa itu melekat untuknya.
Dan juga, siapa yang ingin al-Khilafah ditegakkan kembali maka dia harus tidak mencukupkan diri dengan berdoa kepada Rabbnya saja untuk terealisasinya hal itu, tetapi dia harus berjuang bersama para pejuang untuk mewujudkannya dan berdoa memohon bantuan kepada Allah dalam hal itu dan agar dipercepat terealisasinya dan dia keras dalam berdoa ikhlas kepada Allah dan dia juga mengambil sebab-sebab.
Begitulah dalam semua kondisi. Seseorang mengikhlaskan amal karena Allah dan membenarkan Rasulullah saw dan dia berdoa serta bersikeras dalam doa itu, dan Allah Maha mendengar dan menjawab doa hamba-Nya.
3- Kami telah menjawab pertanyaan semisal ini pada 4 Dzul Qa’dah 1432 H – 1 Oktober 2011. Di situ dinyatakan:
[……– Adapun doa disertai mengambil sebab-sebab maka itu memiliki dampak pada hasil-hasil, yaitu apa yang dahulu terjadi pada Rasul saw dan para sahabat beliau radhiyallâh ‘anhum. Rasul saw menyiapkan pasukan dan masuk ke kemah berdoa kepada Allah. Kaum Muslim di perang al-Qadisiyah menyiapkan persiapan untuk menyeberangi sungai dan Sa’ad bin Abiy Waqash ra., menghadap Allah SWT dan berdoa kepada-Nya … Begitulah, kaum Mukmin yang benar, menyiapkan persiapan dan bersegera berdoa. Jadi orang yang berupaya mencari rizki dengan sungguh-sungguh dan kelelahan dan dia berdoa kepada Allah. Seorang pelajar, dia belajar dan bersungguh-sungguh dan dia juga berdoa kepada Allah SWT agar berhasil. Dan hal itu akan memiliki dampak dalam hasil-hasilnya, atas izin Allah.
Di buku Mafahim di akhir halaman 58 dinyatakan: (hanya saja wajib diketahui bahwa meski aktivitas yang ditunjukkan oleh thariqah itu merupakan aktivitas fisik yang memiliki hasil-hasil yang dapat diindera, akan tetapi aktivitas itu harus dijalankan sesuai dengan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah, dan dari pelaksanaan sesuai perintah dan larangan Allah itu harus dimaksudkan untuk meraih keridhaan Allah. Sebagaimana bahwa kesadaran hubungan dengan Allah wajib mendominasi seorang Muslim sehingga ia mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan shalat, berdoa, membaca al-Quran dan lainnya. Seorang Muslim wajib meyakini bahwa kemenangan itu berasal dari sisi Allah. Oleh karena itu ketakwaan harus tertanam kuat di dada untuk menerapkan hukum-hukum Allah. Dan juga harus berdoa dan juga harus mengingat (berdzikir) kepada Allah. Juga harus terus menerus menjaga hubungan dengan Allah pada saat melakukan semua aktivitas). Dari situ jelas pentingnya mengaitkan doa dengan mengambil sebab pada semua aktivitas seorang Mukmin. Pentingnya hal itu makin ditambah oleh pengulangan kata “lâ budda –harus-” untuk menunjukkan atas sangat pentingnya mengaitkan seluruh aktivitas dengan doa dan kekontinuan hubungan dengan Allah …
– Penggunaan doa disertai mengambil sebab adalah, seperti yang kami katakan, apa yang dilakukan oleh Rasul saw dan para sahabat Beliau radhiyallâh ‘anhum dan kaum Mukmin. Doa dan mengambil sebab itu jika dikaitkan satu sama lain, ia memiliki dampak dalam hasil-hasil yang diperoleh, atas izin Allah. Dan penggunaan keduanya bersama-sama tidak menyalahi thariqah Islam. Akan tetapi yang menyalahi thariqah Islam itu adalah membatasi atas doa saja tanpa mengambil thariqah yang dijelaskan oleh nas-nas untuk menerapkan fikrah Islamiyah….].
Oleh karena itu, apa yang ada di pertanyaan Anda tentang doa untuk kehancuran entitas Yahudi … Ini di situ tidak cukup hanya doa saja, tetapi harus dikaitkan antara pasukan negara yang memerangi Yahudi bersama dengan doa sebagaimana yang dahulu dilakukan oleh Rasulullah saw dan para sahabat Beliau ridhwanullâh ‘alayhim, wallâhu musta’ân.
Dijawab Oleh : Syaikh Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah
Sumber : HT Info