makam abu ayyub al anshori, sahabat rosul

Khilafah dan Jejak Abadi Seorang Sahabat Nabi (2)

Salah satu masjid utama di Istambul yang selalu ramai oleh para pengunjung adalah Masjid Eyup Sultan (Masjid Abu Ayyub Al-Anshari). Yang disamping masjid tersebut ada makam sahabat Nabi SAW yang utama yakni Kholid bin Zaid An Najari yang lebih terkenal dengan Abu Ayyub al Anshori.

Masjid ini memiliki simbolisme khusus dalam sejarah Khilafah Utsmaniyah di Turki. Lantas, siapakah Abu Ayyub al-Anshari, dan bagaimana kisah kedatangannya di Istanbul yang kemudian dianggap sebagai simbol pemerintahan Khilafah Utsmaniyah dalam sejarahnya?

Adalah Khalid bin Zaid bin Kulaib Abu Ayyub al-Anshari, seorang sahabat dari Bani al-Najjar dari Khazraj. Setelah Nabi SAW hijrah ke Yatsrib (Madinah), Abu Ayyub menjadi tuan rumah bagi Nabi Muhammad SAW di rumahnya. Dia tinggal bersama Nabi Muhammad sampai dibangun Masjid Nabawi.

Abu Ayyub Al-Anshari menjalani seluruh hidupnya sebagai penakluk karena dia turut terlibat dalam penaklukan umat Islam pada masa Nabi Muhammad SAW dan juga setelah wafatnya Nabi SAW. Abu Ayyub terus berperang, bahkan ketika dia sangat tua, saat usianya lebih dari 80 tahun.

Penaklukan terakhirnya adalah ketika Muawiyah bin Abi Sufyan mempersiapkan pasukan untuk menaklukkan Konstantinopel yang dipimpin putranya, Yazid, pada 668-670 M. Terlepas dari usia Abu Ayyub al-Anshari, dia memang bersikeras untuk berpartisipasi dalam penaklukan tersebut.

Dia pun rela menanggung kesulitan berperang dan bepergian jarak jauh. Dia juga ingin menyaksikan langsung penaklukan Konstantinopel. Abu Ayyub saat itu diminta untuk ikut dalam pasukan Yazid bin Muawiyah. Namun, ketika pasukan Muslim mendekati Konstantinopel, Abu Ayyub jatuh sakit dan tidak dapat melanjutkan perjalanan dan pertempuran.

Menurut buku Sejarah Negara Umayyah oleh Inas Al-Bahiji, Yazid mendatanginya dan bertanya kepada Abu Ayyub soal apa yang dibutuhkannya. Abu Ayyub menjawab, “Jika aku mati, gendong aku, dan jika kamu berjabat tangan dengan musuh, lempar aku di bawah kakimu.” Artinya, dia ingin para prajurit membawanya sejauh yang mereka bisa ke dalam pertempuran dan menguburkannya di tempat pertempuran.

Para sejarawan belum menyepakati tahun pasti di mana Abu Ayyub meninggal. Beberapa dari mereka mengatakan bahwa dia meninggal pada 670 saat pengepungan Konstantinopel dan sebagian lagi mengatakan bahwa dia meninggal pada 672.

Pendapat tentang saat di usia berapa dia wafat pun berbeda-beda. Banyak catatan sejarah menyebut, dia meninggal pada usia 97 dan dimakamkan di dekat tembok Konstantinopel. Umat Islam tidak dapat menaklukkan Konstantinopel sampai sekitar 785 tahun setelah penaklukan tersebut saat Kesultanan Turki Utsmani ada di tangan Sultan Muhammad al-Fatih pada 29 Mei 1453.

Dari sini dimulailah kisah tentang Abu Ayyub al-Anshari dengan Khilafah Utsmaniyyah. Banyak orang kemudian memuji Abu Ayyub dan menganggap keberadaannya merupakan desakan untuk menaklukkan Istanbul. Kesultanan Turki Utsmani mengetahui kisah kedatangan Abu Ayyub dan keinginannya untuk berpartisipasi dalam penaklukan Konstantinopel meski sudah tua dan sakit.

Ini pula yang memberi mereka semangat dalam pertempuran dan tentara Turki Utsmani saat itu menganggap Abu Ayyub sebagai contoh.Lalu, selama pengepungan kota pada 1453 di bawah kepemimpinan Muhammad al-Fatih, Syekh Aq Shams al-Din, guru dan pendidik Muhammad al-Fatih yang dianggap Turki sebagai penakluk moral Konstantinopel menemukan makam Abu Ayyub Al-Ansari yang selama ini dianggap hilang tidak diketahui keberadaannya.

Sebelum tentara Ottoman berkumpul untuk mengepung Istanbul, Syekh Aq Shams mengaku didatangi Abu Ayyub lewat mimpi dan memberitahu lokasi makamnya di tembok Konstantinopel. Karena itu pula, tugas pertama Sultan Ottoman Muhammad al-Fatih adalah menemukan makam Abu Ayyub ketika dia menaklukkan Istanbul. Hingga kemudian makam itu ditemukan.

Di sebelahnya tertulis “Makam Abu Ayyub al-Ansari”. Setelah itu, dibangunlah Masjid Eyup Sultan. Ini masjid pertama yang dibangun di Istanbul pada tahun 1458. Pembangunannya dilakukan lima tahun setelah penaklukan kota tersebut di dekat makam Abu Ayyub. Memang, Abu Ayyub Al-Ansari memperoleh posisi yang bagus dalam kultur Ottoman.

Pada hari mereka naik takhta Kesultanan, para sultan Ottoman biasa mengadakan upacara keagamaan besar di Masjid Abu Ayyub, di mana Sultan memakai pedang yang melambangkan otoritas yang dipercayakan kepadanya. Misalnya, pada saat upacara pedang tahun 1876 yang digelar dengan sangat megah.

Orang-orang berbaris dalam jumlah besar dari daerah “Besiktas” yang menghadap Pantai Bosphorus ke Masjid Sultan Eyup di Tanduk Emas yang bercabang dari Selat Bosphorus, kemudian mengunjungi makam Abu Ayyub. Sejarah masjid ini mengatakan bahwa masjid ini menampung sebuah perguruan tinggi yang siswanya berasal dari daerah jauh.

Perguruan tinggi tersebut menyediakan mereka makanan dan tempat tinggal, selain untuk belajar tentunya. Abu Ayyub al-Anshari memiliki posisi besar di antara Muslim Turki saat ini karena dia adalah tuan rumah Nabi Muhammad setelah dia berimigrasi ke Madinah dan menjadi simbol jihad dan penaklukan. Dia juga membawa panji tentara Nabi.

Kehadiran makamnya di Turki merupakan nilai emosional yang besar bagi Turki dikarenakan sedikitnya jumlah sahabat yang dimakamkan di Istanbul. Tidak seperti makam para sahabat yang tersebar di negara-negara Hijaz, Syam, dan Mesir.

Masjid Eyub Sultan dan makam sahabat mulia Abu Ayyub al Anshori merupakan bukti semangat jihad dan futuhat yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW dan dilanjutkan oleh para kholifah hingga Khilafah terakhir, khilafah ustmani diruntuhkan oleh para penjajah dan pengkhianat Islam. [Abu Zaid]

Check Also

sistem ekonomi islam

Mendiskusikan Sistem Ekonomi Islam

Menurut al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah, ekonomi secara istilah adalah: تدبير شؤون المال، إمّا بتكثيره …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.