Tanya :
Bolehkah arisan barang, Ustadz? Mohon dijelaskan hukum -nya. (Bu Syam, Semarang).
Jawab :
Arisan barang adalah arisan dimana pesertanya mendapatkan barang yang biasanya berharga mahal, seperti ensiklopedi, dan lain-lain. Mekanismenya seperti arisan biasa, yaitu peserta arisan membayar iuran uang, hanya saja pemenang arisan setelah kocokan (undian) tidak mendapat uang, melainkan barang. Umumnya arisan barang diselenggarakan oleh pihak pedagang sebagai salah satu cara penjualan produknya.
Contoh, seorang pedagang menjual Ensiklopedi dengan dua cara. Pertama, jika dibeli cash harganya Rp 2.010.000. Kedua, jika dibeli secara kredit, pedagang menjualnya dengan sistem arisan barang. Para pembeli diminta membentuk satu kelompok arisan yang terdiri dari 5 peserta (misal). Jangka waktu arisan 5 bulan, dan per bulan setiap peserta membayar iuran Rp 412.000, yang ditransfer ke nomor rekening pedagang. Pemenang arisan ditentukan menggunakankan fasilitas aplikasi untuk memilih pemenang secara acak (random).
Bolehkah arisan barang seperti ini? Jawabannya, haram, berdasarkan 2 (dua) alasan sbb :
Pertama, karena arisan barang melanggar hukum tentang qardh (pinjaman), yakni pinjaman wajib dikembalikan dalam jenis barang yang sama dan dalam kuantitas yang sama. Jadi kalau pinjam uang kembalinya wajib berupa uang, bukan barang. Dalam arisan barang, peserta membayar iuran berupa uang tetapi pemenangnya mendapatkan barang. Ini tidak boleh. Imam Taqiyuddin An Nabhani dalam masalah ini menjelaskan,”…maka tidak halal memberikan qardh (pinjaman) agar dikembalikan kepadamu dengan jumlah yang lebih sedikit atau lebih banyak, dan tidak halal pula dikembalikan dalam jenis yang lain sama sekali, sebaliknya qardh wajib dikembalikan dalam jenis barang dan jumlah yang sama.” (Taqiyuddin An Nabhani, Al Nizham Al Iqtishadi fi Al Islam, hlm. 256).
Kedua, karena arisan barang melanggar larangan multiakad (hybrid contracts) atau shafqatain fi shafqah wahidah, yaitu larangan menggabungkan dua kesepakatan (akad) dalam satu kesepakatan (akad), dimana satu akad menjadi syarat bagi akad lain. Dalam arisan barang, telah terjadi penggabungan akad qardh (antar sesama peserta arisan) dengan akad jual beli (antar pemenang arisan dengan pedagang), dimana akad qardh menjadi syarat bagi akad jual beli. Penggabungan dua akad ini tidak dibolehkan, sesuai hadits Ibnu Mas’ud RA yang mengatakan Nabi SAW telah melarang dua kesepakatan dalam satu kesepakatan (shafqatain fi shafqah wahidah). (HR Ahmad, hadis shahih).(Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah, Juz II, hlm. 305).
Tapi arisan barang tersebut masih dapat dikoreksi asalkan memenuhi 2 (dua) syarat sbb: Pertama, pemenang arisan diberi opsi (pilihan), yakni mau mengambil uang atau barang. Syarat ini wajib ada, sebab jika tidak ada berarti akan terjadi pelanggaran hukum qardh, yaitu larangan mengembalikan qardh dengan barang yang tidak sejenis.
Kedua, jika pemenang arisan memilih mengambil barang, wajib ada akad lagi, yaitu akad jual beli antara pemenang arisan dengan pedagang. Syarat ini juga wajib ada, sebab jika tidak ada berarti pemenang arisan akan melanggar larangan shafqatain fi shafqah wahidah, karena dia telah menggabungkan akad arisan (qardh) dengan akad jual beli sebagai satu kesatuan akad yang tak terpisahkan.
Kesimpulannya, arisan barang hukumnya haram. Solusinya, diberlakukan dua syarat; (1) pemenang arisan diberi opsi, boleh mengambil uang atau barang; (2) jika pemenang arisan memilih mengambil barang, wajib melakukan akad jual beli dengan pedagang yang terpisah dari akad arisan. Wallahu a’lam.