Soal:
Di dalam al-Quran, Allah mengajarkan doa kepada Nabi Muhammad saw. (yang artinya): Katakanlah, “Tuhan-ku, masukkanlah aku dengan cara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.”
Apa dan bagaimana kekuasaan yang menolong ini?
Jawab:
Allah SWT menyatakan doa ini di dalam QS al-Isra’ (17) ayat 80. QS al-Isra’ ini adalah surat Makkiyah, yang diturunkan sebelum Nabi saw. hijrah ke Makkah. Dalam tafsirnya, Ibn ‘Asyur menjelaskan bahwa doa ini terkait dengan ayat sebelumnya, yaitu perintah bersyukur kepada Allah dalam bentuk tindakan, disertai dengan syukur dalam bentuk lisan. Ini karena Allah telah memberikan kedudukan di akhirat kepada Nabi dengan kedudukan yang luar biasa:
عَسَىٰٓ أَن يَبۡعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامٗا مَّحۡمُودٗا ٧٩
Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji (QS al-Isra’ [17]: 79).
Lalu Allah SWT memerintahkan kepada Nabi saw. untuk memohon kepada Allah agar diberi taufiq [kesesuaian] ketika meninggalkan tempat, dan memasuki tempat lain. Dengan begitu beliau tidak menemui bahaya akibat ulah musuh-musuh beliau sehingga mereka berhasil mengusir beliau dari tempat di bumi tersebut. Jadi, kata Ibn ‘Asyur, ketika Allah berjanji memberikan tempat yang terpuji kepada Nabi saw., maka beliau diperintahkan untuk memohon kepada Allah agar itulah kondisi beliau di setiap tempat yang beliau diami. Ini merupakan isyarat bahwa tempat keluar Nabi saw. adalah Makkah menuju tempat hijrah beliau, Madinah. Secara ekplisit, ayat ini turun sebelum peristiwa Baiat ‘Aqabah Pertama, yang merupakan pembuka hijrah ke Madinah.1
Kata “Mudkhal” dan “Mukhraj”, baik di-dhammah-kan huruf Mim-nya maupun di-fathah-kan, “Madkhal” dan “Makhraj”, asalnya merupakan Isim Makan (kata yang mempunyai konotasi tempat); tempat masuk dan keluar. Dalam konteks ini, kata Ibn ‘Asyur, yang dipilih adalah bahwa ini merupakan Isim Musytaq (pecahan kata) dari kata kerja transitif (Muta’addi), untuk memberikan isyarat, bahwa yang diminta adalah masuk dan keluar yang sama-sama dimudahkan oleh Allah, dan benar-benar terjadi karena izin-Nya. Karena itu ini merupakan doa untuk masuk dan keluar di setiap tempat yang diberkahi. Ini merupakan doa yang bersifat umum, meliputi semua tempat masuk dan keluar.
Sebelumnya, Az-Zamakhsyari menjelaskan bahwa ayat ini diturunkan ketika Nabi saw. diperintahkan hijrah, yaitu meninggalkan Makkah dan memasuki Madinah. Ada yang mengatakan, maksud dari doa tersebut adalah memasukkan Nabi saw. ke Makkah dalam keadaan menang, dan bisa menguasai Makkah, dengan penaklukan. Lalu keluar dari sana dengan aman dari kejaran kaum kafir Quraisy.
Adapun kata “Sulthan[an]” bisa berarti “hujjah atau argumentasi yang menolongku dari siapa saja yang menentangku”; Bisa juga berarti, “kekuasaan dan kemuliaan yang kuat, yang bisa menolong Islam terhadap kekufuran, dan mengalahkannya. Lalu doa beliau pun dikabulkan. Allah SWT, antara berfirman:
وَٱللَّهُ يَعۡصِمُكَ مِنَ ٱلنَّاسِۗ ٦٧
Allah menjagamu dari manusia (QS al-Maidah [5]: 67).
فَإِنَّ حِزۡبَ ٱللَّهِ هُمُ ٱلۡغَٰلِبُونَ ٥٦
Sungguh kelompok Allah pasti menang (QS al-Maidah [5]: 56).
لِيُظۡهِرَهُۥ عَلَى ٱلدِّينِ كُلِّهِۦ وَلَوۡ كَرِهَ ٱلۡمُشۡرِكُونَ ٣٣
…supaya Dia memenangkan agama ini atas semua agama meski kaum Musyrik tidak menyukai itu (QS at-Taubah [9]: 33).
لَيَسۡتَخۡلِفَنَّهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ ٥٥
…Allah benar-benar akan memberikan kekuasaan kepada mereka di muka bumi (QS an-Nur [24]: 55).
Termasuk janji Allah untuk mencabut kekuasaan Persia dan Romawi, kemudian Allah menjadikan mereka di bawah kekuasaan Nabi saw.2
Bahkan Az-Zamakhsyari mengutip riwayat mengenai diangkatkan ‘Atab bin Usaid, orang Arab Baduwi yang sangat keras, untuk menjadi wali di Makkah, setelah Makkah ditaklukkkan. Baginda menitahkan, “Berangkatlah, aku telah mengangkatmu menjadi penguasa untuk ‘keluarga Allah’.”
‘Atab sangat tegas dan keras kepada orang yang di dalam hatinya ada keraguan, tetapi lemah lembut kepada orang Mukmin. Beliau mengatakan:
لا وَاللهِ، لاَ أَعْلَمُ مُتَخَلِّفًا يَتَخَلَّفُ عَن الصَّلاَةِ فِي جَمَاعَةٍ إِلا ضَرَبْتُ عُنُقَهُ، فَإِنَّهُ لا يَتَخَلَّفَ عَنِ الصَّلاَةِ إِلا مُنَافِق
Demi Allah, aku tidak tahu ada seorang pun yang meninggalkan shalat jamaah, kecuali pasti aku akan penggal lehernya. Sebabnya, tidak akan meninggalkan shalat [berjamaah], kecuali orang munafik.
Penduduk Makkah pun komplain kepada Rasulullah saw., “Wahai Rasulullah, Anda telah mengangkat ‘Atab bin Usaid, orang Badui yang keras, untuk menjadi penguasa atas ‘kelurga Allah’?”
Nabi saw. bersabda, “Aku telah melihat, sebagaimana yang dilihat orang yang tidur, bahwa ‘Atab bin Usaid telah mendatangi pintu surga, dan dia telah mendatangi gagang pintu, kemudian menggedor pintu itu dengan kuat, hingga terbuka, lalu dia pun memasuki pintu tersebut. Dengan itu Allah memuliakan Islam, karena pembelaannya kepada kaum Muslim terhadap siapapun yang hendak menzalimi mereka. Itulah kekuasaan yang menolong.”
Itulah makna, “Sulthaan[an] Nashiira” (kekuasaan yang menolong). Kekuasaan yang telah diberikan oleh Allah kepada Nabi, dalam bentuk negara, sistem dan penguasanya, yang benar-benar telah menolong dan memenangkan Islam dan kaum Muslim. Dengan itu Islam menjadi negara adidaya di seluruh dunia sepanjang empat belas abad.
WalLaahu a’lam bi ash-shawaab. [KH. Hafidz Abdurrahman]
Catatan kaki:
1. Al-Imam al-Allamah Syaikh Muhammad bin Thahir bin ‘Asyur, Tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir, Dar Ibn Hazm, Beirut, cet. I, 1443 H/2021 M, Juz VI, hal. 557-558.
2. Al-Imam Abi al-Qasim Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyaf ‘an Haqaiq at-Tanzil wa ‘Uyun at-Ta’wil fi Wujuh at-Ta’wil, Dar al-Hadits, Qahirah, cet. 1433 H/2012 M, Juz II, hal. 627-628.