Soal:
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Ketika enam jenis harta yang disebutkan dalam riba merupakan isim jamid, dan ketika uang kertas mengambil hukum emas dan perak ketika berupa uang kertas substitusi emas dan perak, maka hukumnya jelas. Sekarang uang kertas tidak punya back up emas atau perak, apakah hukum tersebut tetap berlaku seperti itu, dan demikian juga dalam hal zakat?
Berilah faedah kepada kami, semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik kepada Anda dan semoga Allah meneguhkan kekuasaan melalui kedua tangan Anda.
Jawab:
Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Kami telah menjelaskan masalah ini di buku al-Amwâl bab az-Zakât fî an-Nuqûd al-waraqiyiyah -Zakat pada Uang Kertas-:[Uang kertas adalah kertas berharga yang dikeluarkan oleh negara dan dijadikan sebagai mata uang negara. Dengannya harga barang dan upah jasa ditentukan nilainya. Uang kertas ini zakatnya mengikuti zakat emas dan perak, dan terhadapnya berlaku hukum-hukum zakat sesuai dengan faktanya. Fakta itu tercermin dalam tiga jenis, yaitu:
1- Uang kertas substitusi, yaitu kertas berharga yang dikeluarkan oleh negara yang berjalan berdasarkan sistem mata uang logam yang mencerminkan sejumlah tertentu emas atau perak, dan menjadi substitusi dari emas dan perak dalam sirkulasi, dan ditukarkan dengan emas ketika ada permintaan. Uang kertas substitusi ini dianggap sebagai emas atau perak, sebab dapat dipertukarkan dengan emas atau perak kapan saja, dan zakatnya adalah zakat emas dan perak. Jika uang itu adalah substitusi dari emas dan mencapai jumlah emas yang diwakilinya mencapai dua puluh dinar -yakni 85 gram- yaitu nishab emas, maka wajib padanya zakat ketika telah berlalu satu haul (satu tahun), dan padanya wajib zakat 2,5 persen. Jika uang itu substitusi dari perak dan jumlah perak yang diwakilinya mencapai dua ratus dirham -yakni 595 gram- yaitu nishab perak, maka padanya wajib zakat ketika sudah berlalu satu haul (satu tahun) dan padanya wajib zakat 2,5 persen. Dan dalil wajibnya zakat padanya adalah hadis-hadis yang sama yang menunjukkan wajibnya zakat pada emas dan perak, sebab uang kertas itu adalah substitusi dan mewakili emas dan perak. Dan substitusi dan wakil itu mengambil hukum yang aslinya (yang diganti dan diwakili).
2- Uang kertas substitusi sebagian, yaitu uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau oleh salah satu bank yang dipercaya yang diberi oleh negara hak untuk menerbitkan uang. Dan uang itu memiliki back-up tertentu dari emas atau perak dengan nisbah tertentu, lebih kecil dari nilai nominalnya. Yang mana back-up emas atau perak itu disimpan oleh negara atau oleh bank yang menerbitkannya sebagai jaminan untuk uang kertas itu. Dan penerbit berjanji membayar nilainya dari emas atau perak yang memback-upnya kepada pemegangnya ketika ada permintaan untuk itu. Dan back-upnya tidak secara penuh, tetapi dengan nisbah tertentu dari nilai nominalnya, kadang tiga perempat atau dua pertiga atau setengah atau persentase tertentu lainnya.
Uang kertas substitusi sebagian ini nisbah yang diback-up darinya dianggap sebagai uang kertas substitusi baik emas atau perak, sebab kapan saja dapat dipertukarkan dengan emas atau perak. Dan zakatnya adalah zakat emas dan perak. Jika diback-up dengan emas dan back-upnya setengah dari nilai nominalnya misalnya, maka padanya wajib zakat jika telah mencapai empat puluh dinar dan telah berlalu satu haul (satu tahun). Dan zakatnya adalah satu dinar dari jenisnya. Jika belum mencapai empat puluh dinar maka tidak ada zakat padanya, sebab dia kurang dari nishab.
Dan jika diback-up dengan perak, dan back-upnya setengah dari nilai nominalnya misalnya, maka padanya wajib zakat jika telah mencapai empat ratus dirham dan telah berlalu satu haul (satu tahun), dan zakatnya adalah sepuluh dirham dari jenisnya. Jika kurang dari empat ratus dirham maka tidak ada zakat padanya, sebab lebih kecil dari nishab perak.
Dalil wajibnya zakat padanya adalah hadis-hadis yang sama yang menunjukkan wajibnya zakat pada emas dan perak. Sebab uang kertas itu adalah substitusi dan wakil dari emas dan perak, pada kadar yang diback-up dari nilai nominalnya, yang padanya wajib zakat, Subtsitusi dan wakil itu mengambil hukum yang aslinya (yang diganti dan diwakili).
3- Uang kertas fiat money, yaitu kertas uang yang dikeluarkan oleh negara melalui undang-undang dan ditawarkan untuk sirkulasi dan dijadikan mata uang yang layak untuk menjadi harga sesuatu dan sewa jasa dan manfaat, tetapi tidak ditukarkan dengan emas dan perak, tidak diback-up dengan emas dan perak, dan tidak dijamin oleh cadangan berupa emas, perak atau kertas uang substitusi. Kertas-kertas uang ini tidak memiliki nilai (tidak berharga/bernilai) kecuali nilai secara undang-undang.
Tetapi karena uang kertas fiat money ini telah dijadikan sebagai mata uang dan harga untuk sesuatu serta upah untuk manfaat dan jasa, dan bisa untuk membeli emas dan perak, sebagaimana bisa untuk membeli semua barang dan benda lainnya, maka padanya telah terpenuhi sifat moneter (an-naqdiyah) dan sebagai harga (ats-tsamaniyah) yang keduanya juga terpenuhi pada emas dan perak yang dicetak menjadi dinar dan dirham.
Hal itu karena nas-nas yang dinyatakan mengenai zakat emas dan perak itu ada dua jenis: pertama, dalil-dalil yang menyatakan zakat emas dan perak sebagai isim jenis yakni pada zat emas dan perak. Dan itu merupakan isim jamid yang tidak layak untuk menetapkan ‘illat atasnya. Oleh karena itu tidak ada zakat pada mineral lainnya seperti besi dan tembaga … dan lainnya. Abu Hurairah ra telah meriwayatkan bahwa Rasul saw bersabda:
«… وَمَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَب وَلَا فِضَّةٍ، لَا يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا، إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ، صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ…» رواه الخمسة إلا الترمذي
“… dan tidak ada dari pemilik emas dan tidak pula dari pemilik perak, yang tidak menunaikan haknya kecuali pada Hari Kiamat dipakaikan untuknya pakaian dari api” (HR Khamsah kecuali at-Tirmidzi).
Di dalam hadis ini dinyatakan lafal emas dan perak, dan itu merupakan isim jamid yang tidak diberilat.
Kedua, dalil-dalil yang menyatakan zakat emas dan perak sebagai mata uang yang dipergunakan oleh orang-orang sebagai harga dan upah. Dalil-dalil ini darinya diistinbath ‘illat, yaitu sifat moneter, sehingga uang fiat money diqiyaskan terhadapnya karena terpenuhinya ‘illat ini padanya. Dan terhadapnya diberlakukan hukum-hukum zakat uang dengan nilai yang setara di pasar dari emas atau perak. Dari Ali bin Abiy Thalib ra. dari Nabi saw. beliau bersabda:
«إذَا كَانَتْ لَك مِائَتَا دِرْهَمٍ، وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ، فَفِيهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ، وَلَيْسَ عَلَيْك شَيْءٌ – يَعْنِي فِي الذَّهَبِ – حَتَّى يَكُونَ لَك عِشْرُونَ دِينَاراً، فَإِذَا كَانَتْ لَك عِشْرُونَ دِينَاراً، وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ، فَفِيهَا نِصْفُ دِينَارٍ» رواه أبو داود
“Jika engkau punya 200 dirham dan telah berlalu satu haul, maka padanya ada (zakat) lima dirham. Dan tidak ada kewajiban atasmu -yakni pada emas- sampai engkau punya 20 dinar. Maka jika engkau punya 20 dinar dan telah berlalu satu haul maka di dalamnya ada zakat satu dinar” (HR Abu Dawud).
Sebagaimana dinyatakan dari Ali ucapannya:
«في كل عشرين ديناراً نصف دينار، وفي كل أربعين ديناراً دينار»
“Pada setiap dua puluh dinar zakatnya setengah dinar, dan pada setiap empat puluh dinar zakatnya satu dinar”.
Dan dari Ali ra., ia berkata: “Rasulullah saw bersabda:
«.. فَهَاتُوا صَدَقَةَ الرِّقَةِ مِنْ كُلِّ أَرْبَعِينَ دِرْهَماً دِرْهَماً، وَلَيْسَ فِي تِسْعِينَ وَمِائَةٍ شَيْءٌ، فَإِذَا بَلَغَتْ مِائَتَيْنِ فَفِيهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ» رواه البخاري وأحمد>
“… berikanlah shadaqah ar-riqqah (dirham) dari setiap empat puluh dirham zakatnya setengah dirham, dan tidak ada pada 190 dirham sesuatu pun. Dan jika telah mencapai 200 dirham maka di dalamnya ada zakat ima dirham” (HR al-Bukhari dan Ahmad).
Sebagaimana Abdurrahman al-Anshari telah meriwayatkan di dalam surat Rasulullah saw dan surat Umar tentang shadaqah (zakat):
«… والورِق لا يؤخذ منه شيء حتى يبلغ مئتي درهم» رواه أبو عبيد
“… dan al-wariq (dirham) tidak diambil darinya sesuatu pun sampai mencapai 200 dirham” (HR Abu Ubaid).
Semua hadis-hadis ini menunjukkan sifat moneter (an-naqdiyah) dan harga (ats-tsamaniyah). Sebab lafal ar-riqqah disertai indikasi (qarinah) “fî kulli arba’îna dirhaman -pada setiap empat puluh dirham-“. Dan ar-riqqah, ad-dînâr dan ad-dirham merupakan lafal untuk menyebut emas dan perak yang dicetak, yakni yang merupakan mata uang dan harga. Dan pengungkapan menggunakan lafal-lafal ini menunjukkan bahwa sifat moneter (an-naqdiyah) dan sebagai harga (ats-tsamaniyah) adalah yang dimaksudkan dari hadis-hadis ini, dan dengannya dikaitkan banyak hukum syara’ seperti zakat, diyat, kafarah, hukuman potong tangan karena pencurian dan hukum-hukum lainnya.
Dan karena uang kertas fiat money di dalamnya telah terpenuhi sifat moneter (an-naqdiyah) dan sifat sebagai harga (ats-tsamaniyah) maka dia tercakup oleh hadis-hadis wajibnya zakat pada dua mata uang emas dan perak sehingga padanya wajib zakat sebagaimana wajib zakat pada emas dan perak. Dan nilainya ditetapkan dengan emas dan perak. Maka siapa yang memiliki jumlah uang kertas fiat money yang setara dengan nilai dua puluh dinar emas -yakni 85 gram emas- yang merupakan nishab emas, atau dia memiliki jumlah yang nilainya setara dengan 200 dirham perak -595 gram perak- dan telah berlalu satu haul maka wajib atasnya zakat pada uang itu dan dia wajib mengeluarkan 2,5 persen.
Emas dizakati dengan emas, uang kertas substitusi (an-nuqûd al-waraqiyah an-nâ`ibah), dan uang kertas substitusi sebagian (an-nuqûd al-waraqiyah al-watsîqah). Dan perak dizakati dengan perak dan dengan uang kertas substitusi dan uang kertas substitusi sebagian. Sebagaimana juga boleh emas dizakati dengan perak dan dengan uang kertas fiat money. Dan juga boleh perak dizakati dengan emas dan dengan uang kertas fiat money. Sebab semuanya adalah mata uang dan harga sehingga diberi pahala sebagian dibayar dengan sebagian lainnya dan boleh mengeluarkan sebagiannya dari sebagian lainnya karena terpenuhinya tujuan dalam hal itu. Pada bab Zakât az-Zurû’ wa ats-Tsamâr telah dijelaskan dalil-dalil diambilnya nilai menggantikan barang yang di dalamnya zajib zakat].
Sebagaimana Anda lihat, uang kertas fiat money, di dalamnya terpenuhi ‘illat (sifat moneter dan harga). Karena itu di dalamnya wajib zakat jika nilainya telah mencapai nishab dan telah berlalu satu haul. Ini berarti bahwa seorang Muslim yang hidup di negara yang tidak mengambil emas dan perak sebagai mata uang untuk negara itu sebagaimana yang diwajibkan oleh syara’, tetapi negara itu menjadikan uang kertas fiat money sebagai mata uangnya, Muslim ini baginya wajib menzakati harta kertas berharga (uang kertas fiat money) miliknya jika nilainya telah mencapai nishab dan telah berlalu satu haul berkaitan dengan ketentuan yang emas dan perak dizakati sebagai mata uang.
Saya berharap dalam jawaban ini ada kecukupan, wallâh a’lam wa ahkam, selesai. [vm]
Dijawab Oleh : Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah