Dalam kitab ad-Dalâill, Abu Nu’aim meriwayatkan dari Muhammad bin Ishaq, ia menceritakan saat Rasulullah sedang berada di antara kaumnya untuk menyampaikan nasihat dan mengajak mereka menuju jalan keselamatan.
Allah melindungi beliau dari kaum Quraisy sehingga mereka berusaha menghalangi dakwah lewat cara lain. Yakni dengan menakut-nakuti orang Arab yang datang ke Mekah tentang bahaya Rasulullah.
Thufail bin Amr ad-Dausi mengisahkan bahwa kedatangannya di Mekkah bertepatan dengan hadirnya Rasulullah di tempat yang sama. Lalu sejumlah orang Quraisy mendekatinya. Thufail adalah seorang lelaki terhormat dan pujangga yang bijaksana.
Mereka mengatakan kepadanya, “Wahai Thufail, sungguh engkau telah mendatangi negeri kami. Ketahuilah bahwa lelaki di depan kita itu telah menyulitkan kami dan memecahbelah persatuan kami.
Perkataannya laksana sihir, sebab berhasil memisahkan anak dengan ayahnya, orang dengan saudaranya, dan suami dengan istrinya.
Maka kami benar-benar mengkhawatirkan dirimu dan kaummu berkenaan dengan bencana yang melanda kami ini. Karena itu, jangan bicara dengannya dan jangan dengarkan kata-katanya.”
Thufail menceritakan: Demi Allah, mereka tidak henti-hentinya memperingatkan aku tentang Rasulullah. Akhirnya aku setuju untuk tidak mendengarkan apa pun darinya dan tidak berkata-kata apa pun kepadanya. Jadi, ketika pergi ke masjid, aku akan menyumbat telingaku dengan kapas agar tidak bisa mendengar perkataannya ketika aku tidak ingin mendengarnya.
Aku kemudian menuju ke masjid, dan ternyata Rasulullah sedang mengerjakan shalat di sisi Ka’bah. Aku mencoba mendekatinya, dan Allah menghendaki agar aku mendengar sedikit kata-katanya.
Kudengar rangkaian kata yang amat indah. Kukatakan kepada diriku sendiri, “Dasar celaka! Sesungguhnya aku ini seorang yang cerdas dan pujangga yang bijaksana. Aku bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Lalu apa yang menghalangiku untuk mendengarkan perkataan lelaki ini? Kalau apa yang dibawanya baik, aku akan menerimanya, dan kalau buruk, aku bisa meninggalkannya.”
Aku berdiam diri sampai Rasulullah kembali ke rumahnya, lalu kuikuti Sewaktu beliau hendak masuk ke dalam, aku segera mendekat. Kataku, “Wahai Muhammad, sungguh kaummu mengatakan kepadaku begini dan begitu.
Demi Allah, mereka tidak henti-hentinya menakut-nakutiku dengan dakwahmu, sampai-sampai aku menyumbat telingaku dengan kapas supaya tidak bisa mendengar kata-katamu.
Namun, Allah berkehendak untuk memperdengarkan bacaan shalatmu kepadaku, dan ternyata yang kudengar adalah kata-kata yang amat indah. Maka jelaskanlah kepadaku tentang agama ini.”
Kemudian beliau menjelaskan Islam kepadaku dan membacakan al-Qur an. Demi Allah, belum pernah aku mendengar kata-kata sebaik ini dan urusan seadil ini. Aku pun masuk Islam dan mengucapkan kalimat syahadat.
Setelah itu kukatakan, “Wahai Nabi Allah, aku ini orang yang dipatuhi di antara kaumku. Aku ingin pulang dan mendakwahkan Islam kepada mereka. Maka, berdoalah kepada Alah supaya Dia memberiku suatu tanda yang akan menolongku mengatasi mereka dalam usaha dakwahku.”
Lalu beliau berdoa, “Ya Allah, jadikanlah suatu tanda untuknya.”
Aku pulang ke tempat kaumku. Setibanya aku di lembah di antara dua gunung yang dihuni suatu kaum, mendadak di antara kedua mataku bersinar cahaya seperti lampu.
Aku kemudian berdoa, “Ya Allah, jangan jadikan cahaya ini di wajahku. Aku takut mereka mengira bahwa cahaya itu muncul sebagai azab gara-gara aku meninggalkan agama mereka.”
Tiba-tiba cahaya itu berpindah ke ujung cambukku. Orang melihat cahaya pada cambukku laksana pelita yang tergantung-gantung. Sementara itu aku menuruni gunung untuk mendatangi mereka dan bermalam di antara.
Ketika aku sampai di tempat kaumku, ayahku yang sudah lanjut usia me nyongsongku. Aku berkata, “Menjauhlah dariku, Ayah, sebab Ayah bukan dan golonganku dan aku bukan dari golongan Ayah.”.
Ayahku bertanya, “Mengapa begitu, Nak?”
Aku menjawab, “Aku telah masuk Islam dan menjadi pengikut agama Muhammad
Ayahku menjawab, “Agamamu adalah agamaku jua.”
Ayahku kemudian mandi dan membersihkan pakaiannya. Setelah kembali, aku mengajarkan Islam kepadanya dan ia pun masuk Islam.
Kemudian datanglah istriku. Kukatakan pula kepadanya, “Menjauhlah dariku, sebab aku bukan dari golonganmu dan engkau bukan dari golonganku.” Ia bertanya, “Mengapa demikian?”
Aku menjawab, “Islam telah memisahkan antara aku dan dirimu.” Lalu istriku pun masuk Islam. Lebih lanjut aku mendakwahkan Islam kepada kabilah Daus, tetapi mereka menunda-nunda untuk mengikuti aku.
Aku kembali mendatangi Rasulullah di Mekah dan mengadu, “Wahai Nabi Allah, sesungguhnya kabilah Daus menunda-nunda keputusan untuk memeluk Islam, maka doakanlah kepada Allah agar mereka mendapat hidayah.”
Rasulullah berdoa, “Ya Allah, berilah petunjuk kepada Daus.”
Setelah itu beliau bersabda, “Kembalilah kepada mereka, lalu serulah mereka dengan lemah lembut.”
Aku kembali ke perkampungan Daus dan mendakwahkan Islam kepada mereka hingga Rasulullah hijrah ke Madinah, melewati Perang Badar, Uhud, dan Khandaq.
Aku menjumpai Rasulullah lagi bersama kaumku yang telah masuk Islam ketika beliau berada di Khaibar. Aku singgah di Madinah bersama tujuh puluh atau delapan puluh keluarga dari kabilah Daus.” [vm]
Sumber : Hayatus Sahabah