Syirkah al-Musâhamah adalah terjemahan dari joint-stock company. Kaum Muslim baru mengenalnya dari Barat pada masa belakangan. Joint-stock company merupakan jenis perusahaan atau kemitraan yang melibatkan dua orang atau lebih yang memiliki andil saham di dalam perusahaan. Bukti kepemilikan (saham) dikeluarkan oleh perusahaan sebagai kompensasi atas setiap kontribusi modal. Pemilik saham bebas mentransfer kepemilikan mereka kapan pun dengan menjualnya kepada pihak lain.
Joint-stock company sinonim dengan corporation (korporasi) yang merupakan badan hukum yang terpisah dari pemilik saham. Tanggung jawabnya pun terbatas, artinya para pemilik saham hanya bertanggung jawab atas utang perusahaan sebatas nilai uang yang mereka investasikan di perusahaan. Karena itu, joint-stock company (persekutuan saham/syirkah al-musâhamah) dikenal sebagai korporasi atau perusahaan (perseroan) terbatas (limited company).1
Perseroan Terbatas (PT) adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal yang terdiri dari sejumlah saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dia miliki. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan.2
Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan: Perseroan Terbatas (PT), yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan, “Orang-orang kapitalis mendefinisikan syirkah al-musâhamah adalah akad (kontrak) dua orang atau lebih yang masing-masing terikat untuk berkontribusi dalam proyek bisnis dengan menyetor bagian harta (modal), untuk berbagi keuntungan dan kerugian yang muncul dari proyek itu.”3
Proses awal pembentukan syirkah al-musâhamah (PT) adalah para calon pendiri (minimal dua orang) merundingkan syarat-syarat dan aturan main PT; termasuk besarnya modal yang dibagi dalam berapa jumlah saham, jenis usaha PT, nama, dsb; juga pembagian saham di antara mereka. Lalu diberikan kesempatan kepada para calon pendiri—orang lain juga dimungkinkan—untuk menandatangani kontrak pendirian dan aturan PT itu, sekaligus menentukan berapa jumlah saham yang diambil. Semua yang membubuhkan tandatangan menjadi pendiri PT itu. Masing-masing pendiri itu wajib menyetor modal sesuai jumlah saham yang diambilnya. Lalu para pemegang saham itu melakukan RUPS menentukan dewan direksi dan dewan komisaris. Kontrak pendirian PT itu dikukuhkan dengan akta notaris. Langkah berikutnya, direksi PT harus mendaftarkan PT tersebut untuk mendapatkan status sebagai badan hukum. Setelah mendapat pengesahan dari Kemenhukham maka PT tersebut resmi sebagai badan hukum.
PT memiliki ciri-ciri spesifik, di antaranya:
1. Merupakan persekutuan modal.
2. Merupakan tindakan berdasarkan kehendak sepihak (irâdah munfaridah). Seseorang bisa menjadi pemilik saham semata-mata bergantung pada kehendaknya sendiri secara sepihak, dan tidak bergantung pada persetujuan atau kerelaan pesero lainnya.
3. Sebagai badan hukum (rechtsperson, legal entity, juristic person, atauartificial person/syakhshiyah ma’nawiyah) yaitu subyek hukum artifisial, berupa badan atau perkumpulan, yang diperlakukan sebagai subyek hukum yang mandiri disamakan dengan orang perorangan, memiliki hak dan kewajiban, bisa memiliki harta sendiri, bisa digugat dan menggugat di depan pengadilan.
4. Sebagai badan hukum, PT memiliki harta sendiri atas namanya sendiri, terpisah dari harta para pemegang saham.
5. Setiap saat pemegang saham bisa memindahkan kepemilikan sahamnya, misal dengan menjualnya kepada pihak lain.
6. Eksistensi PT tidak dibatasi jangka waktunya dan tidak dihubungkan dengan eksistensi peseronya. PT tidak bubar meski pemilik saham meninggal, gila, atau di-hijir, dsb.
7. Pertanggungjawaban pemilik saham terbatas, yaitu sebatas saham yang dimiliknya. Apabila utang perusahaan melebihi kekayaan perusahaan, maka itu tidak menjadi tanggung jawab para pemegang saham.
Pandangan Syariah
Syirkah al-Musâhamah (PT) merupakan akad persekutuan atau syirkah. Karena itu, pertama-tama harus dilihat dari hukum syariah tentang akad dansyirkah. Jika dianalisis, syirkah al-musâhamah (PT) merupakan syirkah yang batil. Alasannya di antaranya: Pertama, dari aspek akad, syirkah dalam Islam adalah akad antara dua orang atau lebih yang bersepakat untuk melakukan aktivitas yang bersifat finansial (aktivitas bisnis) dengan maksud mendapat laba. Akad itu harus berdasarkan kehendak bersama (irâdah musytarakah). Di dalamnya harus ada dua pihak, yakni pihak yang menyatakan ijab (ajakan) dan pihak yang menyatakan qabul (penerimaan/persetujuan). Di dalam akad Perseroan Terbatas (PT), yang terjadi adalah kehendak sepihak (irâdah munfaridah). Persetujuan dan kerelaan pemegang saham lainnya tidak diperhitungkan sama sekali. Orang bisa menjadi anggota persekutuan (syirkah) PT itu berdasarkan kehendaknya sendiri tanpa kesepakatan, persetujuan atau kerelaan pihak lain. Jadi, yang terjadi bukanlah akad. Di dalam PT juga tidak ada pihak yang menyatakan ijab. Yang ada hanya pihak yang menyatakan qabul. Sebab, yang terjadi hanyalah perundingan tentang syarat dan aturan syirkah (PT), lalu dibuat dokumen (akte), siapa yang ingin bergabung bisa menandatanganinya dan berdirilah PT itu. Masing-masing hanya menyatakan qabul, yaitu menerima syarat dan aturan PT itu, tanpa ada pihak yang menyatakan ajakan (ijab). Jadi tidak terjadi ijab dan qabul. Karena itu, menurut syariah, akad syirkah PT itu batil.
Kedua, di dalam PT tidak ada kesepakatan melakukan usaha yang bersifat finansial. Padahal itu merupakan obyek akad (al-ma’qûd ‘alayh) syirkah menurut syariah. Kesepakatan untuk melakukan usaha berarti pelaksanaan usaha itu harus oleh salah satu atau semua pesero, dan ini tidak terjadi di dalam PT. Yang ada hanyalah kesepakatan menyetor modal, sementara pelaksanaan usaha dilakukan oleh selain mereka, yakni badan hukum PT itu. Tidak satu pun pesero PT (pemilik saham) yang secara langsung bertanggung jawab dan melakukan kegiatan usaha PT itu. Jadi, di dalam akad PT itu tidak ada al-ma’qûd ‘alayh dan karenanya akad PT adalah batil.
Ketiga, secara syar’i, di dalam akad syirkah harus ada unsur badan, yaitu pihak yang bertanggung jawab dan melakukan aktivitas usaha syirkah. Adanya unsur badan ini menentukan ada tidaknya syirkah. Di dalam PT yang ada hanya unsur modal. PT diakui hanya merupakan persekutuan modal. Karena hanya ada unsur modal, maka secara syar’i, syirkah PT itu tidak ada karena tidak adanya unsur badan.
Keempat, secara syar’i akad syirkah merupakan satu bentuk pengembangan harta dan itu merupakan tindakan hukum (tasharruf) qawliyah. Tasharruf hanya mungkin lahir dari seseorang, yaitu dari badan manusia, bukan dari modal atau benda. Di dalam PT, modal justru berkembang sendiri tanpa adanya badan pesero dan tanpa adanya pengelola yang berhak mengelola. Menurut syariah, perkembangan harta demikian adalah batil.
Kelima, tasharruf di dalam PT diserahkan dan hanya menjadi hak badan hukum PT itu yang bertindak untuk dan atas namanya sendiri, serta terpisah dari para pemilik saham (para pesero). Direksi PT hanyalah mewakili badan hukum PT itu, tidak lebih. Secara syar’i, tasharruf itu harus lahir dari manusia, sebab manusialah yang dikenai taklif dan bisa melakukan tasharruf. Badan hukum hanyalah subyek artifisial, tidak bisa dikenai taklif dan tidak bisa melakukan tasharruf. Karena itu, semua tasharruf badan hukum (PT) itu menurut syariah adalah batil.
Keenam, para ulama sepakat, syirkah merupakan ‘aqd[un] jâ’iz[un]. Artinya, kapan saja para mitra (syarîk) bisa membatalkannya dan eksistensi syirkah itu bergantung pada eksistensi syarîk. Sebaliknya, eksistensi PT bersifat permanen, tidak bergantung pada eksistensi pesero. Jelas ini menyalahi syariah.
Walhasil, akad syirkah al-musâhamah (PT) secara syar’i adalah batil. Konsekuensinya, seluruh tasharruf-nya baik jual-beli, kontrak sewa, kontrak kerja, wakalah, dsb adalah batil. Semua harta yang diperoleh melalui syirkah al-musâhamah (PT) adalah harta tidak halal karena diperoleh melalui tasharruf yang batil.
WalLâh a’lam bi ash-shawâb. [Yahya Abdurrahman]
Catatan kaki:
1 http://en.wikipedia.org/wiki/Joint-stock_company
2 http://id.wikipedia.org/wiki/Perseroan_terbatas
3 Al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, An-Nizhâm al-Iqtishâdî fî al-Islâm, hlm. 168, Dar al-Ummah, cet. VI (Mu’tamadah). 2004.